Rabu, 16 Desember 2009

PEMANFAATAN PLTS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF POTENSIAL DI INDONESIA

BPPT merupakan lembaga pemerintah yang ditugaskan untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi, yang difokuskan ke bidang-bidang yang menjadi hajat hidup orang banyak. Sudah sejak lama pengembangan teknologi energi, khususnya energi-energi alternatif mendapat perhatian besar dari BPPT.” Hal tersebut diungkapkan Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar, dalam suatu wawancara dengan majalah Energy and Mining, Jakarta (2/6).

Besarnya potensi sumberdaya energi di Indonesia, membuat BPPT menaruh perhatian besar dalam pengkajian dan penerapan teknologi energi. Hal itu bertujuan untuk menjamin pemenuhan energi secara nasional, tidak dengan mengandalkan import, tetapi dengan mengoptimalkan potensi sumber daya energi yang ada di Indonesia. Secara rutin BPPT terus memperbaharui data dan melakukan berbagai analisis, yang menghasilkan prediksi-prediksi baru mengenai bagaimana kebutuhan, dan permasalahan energi yang ada di Indonesia. ”Prediksi itulah yang kemudian disampaikan kepada instansi terkait, dan juga pihak industri, kita susun standar, dan bersama lembaga terkait disusun regulasinya,” ungkap Kepala BPPT.

BPPT selama ini banyak berperan menjadi pionir dalam hal menerapkan aplikasi teknologi di Indonesia. Sejak awal tahun 1980-an sudah dimulai kegiatan mengkaji kemungkinan pemanfaatan bioethanol, dan biodiesel, sebagai salah satu energi alternatif untuk digunakan di Indonesia. Ketika itu tidak ada lembaga lain yang memerhatikannya, mungkin karena harga minyak ketika itu masih sangat murah. Bisa dilihat, bagaimana semakin hari penggunaan energi bahan bakar minyak semakin besar yang membuat harga minyak pun semakin membumbung tinggi.
Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pun sudah sejak tahun 80-an dikenalkan oleh BPPT. Ketika itu dilakukan pengkajian untuk membuktikan apakah penerapan PLTS ini bisa dilakukan di Indonesia. Berdasarkan dari kondisi geografis, yang membuat negeri kita mendapat sinar matahari yang berlimpah sepanjang tahunnya, PLTS diharapkan menjadi salah satu energi alternatif yang sangat potensial bagi Indonesia.

Penerapan PLTS



Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System), Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres PLTS masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan (tidak terjangkau oleh PLN), kemampuan masyarakat setempat (pembayaran dengan cara mencicil) dan persyaratan teknis lainnya.



Program Banpres PLTS Masuk Desa yang telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna implementasi Program Listrik Tenaga Surya untuk Sejuta Rumah. Program ini juga merupakan salah upaya untuk mencapai target Pemerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan ratio elektrifikasi nasional di atas 75%.
Menurut kajian para perekayasa dan peneliti BPPT, potensi energi matahari bisa mencapai 4,8 kwh/m2, dan hal itu merupakan sebuah potensi yang luar biasa bagi Indonesia untuk memanfaatkan tenaga surya. Berbagai upaya juga dilakukan BPPT seperti menyampaikan konsep-konsep yang kemudian diadopsi dalam Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional. Dalam peraturan itu ditetapkan bahwa pada tahun 2025 nanti kita harus memanfaatkan energi surya sebanyak 2% dari total penggunaan energi secara nasional.

Pembangunan sistem PLTS untuk membantu masyarakat miskin yang ada di pedesaan terpencil yang tidak terjangkau listrik mempunyai kendala utama yaitu biaya investasi yang tinggi. Sampai saat ini kita masih melakukan impor panel surya, untuk itulah dibutuhkan tumbuh kembangnya industri PLTS. ”Tentunya dibutuhkan adanya suatu jaminan bahwa apabila kita membangun industri PLTS, market atau pasar juga harus ada,” terang Kepala BPPT.

Pemanfaatan Energi di Indonesia


”Sampai saat ini banyak dibangun berbagai pembangkit listrik, kita bisa menghasilkan berbagai energi alternatif. Tapi kita gunakan dengan boros, jadinya ya percuma,” ungkap Marzan. Boros tidaknya penggunaan energi pun bisa diukur melalui jasa audit teknologi yang biasa dilakukan BPPT, hal yang dilakukan adalah memeriksa penggunaan pendingin udara, penerangan, dan lainnya dalam suatu gedung atau penyewa jasa audit energi. Setelah itu dilaporkan kepada penyewa jasa mengenai adanya pemborosan energi, yang melahirkan sebuah rekomendasi untuk dilakukan berbagai perbaikan dan pembenahan sehingga penggunaan energi bisa lebih efisien.

Perlu diingat pula bahwa yang dimaksud dengan efisiensi energi adalah, suatu keadaan dimana dengan jumlah energi yang cukup, kita bisa melakukan pekerjaan dengan nyaman, tanpa hambatan, dan hasilnya tetap optimal. Kepala BPPT memandang masih banyak tantangan kedepannya, tetapi dia akan terus berusaha untuk mengejar target untuk membantu bangsa ini dalam masalah efisiensi energi, melakukan analisis, dan penyediaan energi alternatif. (suryapratama)









Artikel berkaitan lebih baru:
• 08/10/2009 15:13 - OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009: PERLU ANTISIPASI DEFISIT ENERGI 2025
Artikel berkaitan terdahulu:
• 04/05/2009 15:21 - PRESS TOUR KE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIBRIDA DI DESA PONELO, KWANDANG GORONTALO UTARA
• 30/03/2009 10:07 - SOSIALISASI FASILITAS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIODIESEL BRDST-BPPT
• 30/03/2009 09:49 - KUNJUNGAN KEPALA BPPT MENDAMPINGI MENRISTEK KE SURABAYA DALAM RANGKA PENANDATANGANAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA PENINGKATAN PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA NASIONAL BIDANG RISET DAN TEKNOLOGI UNTUK INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS BUMI
• 30/01/2009 11:35 - PTKKE BPPT ADAKAN WORKSHOP TENTANG KUALITAS TENAGA LISTRIK PADA SEKTOR INDUSTRI

di posting oleh Lucky lukmansyah (41407010010) teknik Elekto mercu buana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar